>
![]() |
Flayer gladi bersih ronthek Kecamatan Donorojo. (Dok.KNPI Donorojo) |
Kecamatan Donorojo, secara geografis terletak di bagian barat kabupaten Pacitan dan berbatasan langsung dengan Provinsi Jawa Tengah. Daerah ini sebagian besar merupakan kawasan karst Pegunungan Sewu. Mayoritas penduduknya bekerja sebagai petani, memanfaatkan kondisi alam yang mendukung untuk bercocok tanam. Dari profil kecamatan Donorojo pegiat seni budaya bertemu, berkumpul mendiskusikan konsep tentang ketahanan pangan menjadi sebuah karya seni budaya sebagai ciri khas kearifan lokal masyarakat pedesaan. Kontingen Kecamatan Donorojo turut menggema dalam event festival ronthek Pacitan yang akan digelar pada tanggal 5 sampai 7 Juli 2025. Kecamatan Donorojo mendapatkan undian nomor 3 pada hari pertama tanggal 5 juli mengangkat judul "Garu Bumi". Garu bumi dalam pertanian memiliki makna filosofis yang mendalam, berkaitan dengan hubungan manusia dengan alam dan siklus kehidupan. Secara filosofis, garu bumi tidak hanya sekadar aktivitas membajak tanah, tetapi juga merupakan simbol dari usaha manusia dalam mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam untuk keberlangsungan hidup. Makna filosofis garu bumi diantaranya; Pengelolaan Sumber Daya Alam: Garu bumi merupakan bentuk pengelolaan sumber daya alam, khususnya tanah, untuk kepentingan pertanian. Manusia berupaya memanfaatkan tanah dengan cara mengolahnya agar sesuai untuk ditanami berbagai jenis tanaman yang akan memberikan hasil panen. Ini mencerminkan kesadaran manusia akan pentingnya menjaga dan memanfaatkan alam secara bijaksana. Siklus Kehidupan: Garu bumi juga berkaitan dengan siklus kehidupan. Proses pembajakan tanah, penanaman, pemeliharaan, hingga panen merupakan serangkaian aktivitas yang membentuk siklus. Makna filosofisnya adalah bahwa manusia harus memahami dan menghargai siklus ini, serta menyadari bahwa hasil panen adalah buah dari usaha yang berkelanjutan. Ketergantungan Manusia pada Alam: Garu bumi mengingatkan manusia akan ketergantungannya pada alam. Tanpa tanah yang subur dan pengelolaan yang baik, hasil pertanian tidak akan optimal. Hal ini menumbuhkan rasa hormat dan syukur terhadap alam yang memberikan kehidupan. Kearifan Lokal dan Tradisi: Dalam banyak budaya pertanian, garu bumi juga memiliki kearifan lokal dan tradisi yang diwariskan turun temurun. Tradisi ini seringkali melibatkan ritual-ritual tertentu yang berkaitan dengan proses garu bumi, seperti upacara meminta kesuburan tanah atau ucapan syukur atas hasil panen. Ini menunjukkan bahwa garu bumi tidak hanya dilihat sebagai aktivitas teknis, tetapi juga sebagai bagian dari sistem kepercayaan dan nilai-nilai budaya. Keadilan dan Kesetaraan: Dalam konteks yang lebih luas, garu bumi juga dapat dikaitkan dengan konsep keadilan dan kesetaraan. Pertanian yang adil adalah pertanian yang memastikan bahwa semua orang memiliki akses yang setara terhadap sumber daya pertanian dan hasil panen. Kebijakan pertanian yang baik harus mempertimbangkan aspek ini agar tidak terjadi ketidakseimbangan dalam distribusi hasil. Keberlanjutan: Garu bumi juga menjadi fondasi bagi keberlanjutan pertanian. Dengan mengelola tanah dengan baik, manusia dapat memastikan bahwa pertanian dapat terus dilakukan dari generasi ke generasi. Ini sejalan dengan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan yang mempertimbangkan keseimbangan antara kebutuhan manusia dan kelestarian lingkungan. Dengan demikian, garu bumi dalam pertanian memiliki makna filosofis yang dalam, mencerminkan hubungan manusia dengan alam, siklus kehidupan, kearifan lokal, keadilan, dan keberlanjutan. (af) |